Aqidah
Definisi ‘Aqidah
‘Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) yang umum, ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
Jadi ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah swt. dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Hari Akhir, takdir yang baik dan buruk dan mengimani seluruh apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), Perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
Makna penjabaran aqidah yg lurus ..
Kewajiban seorang Muslim, tidaklah berbicara atau berpendapat hingga mengikuti apa yang difirmankan oleh Allâh Azza wa Jalla dan disabdakan oleh Rasul-Nya. Sikap ketundukan dan ketaatan tersebut sebagai pengamalan firman Allâh Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allâh dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-Hujurât/49:1].
Ayat ini memuat adab yang agung yang wajib dijadikan pedoman oleh setiap Muslim. Imam Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan, “Ini adalah adab-adab yang Allâh Azza wa Jalla hendak mendidik hamba-hambaNya kaum Mukminin dalam bermuamalah dengan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu dengan sikap menghargai, menghormati dan mengagungkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “.
“Syaikh as-Sadi rahimahullah berkata, “Ini memuat adab dengan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta mengagungkan, menghormati dan memuliakan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”.
Mengenai makna ayat di atas, kata Syaikh as-Sadi rahimahullah, “Allâh Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya yang beriman melalui konsekuensi keimanan mereka kepada Allâh dan Rasul-Nya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dan hendaknya mereka berjalan di belakan perintah-perintah Allâh dan mengikuti Sunnah Rasûlullâh dalam seluruh urusan mereka, dan agar mereka tidak berjalan di depan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu dengan tidak mengatakan sesuatu hingga Allâh Azza wa Jalla mengfirmankan sesuatu, dan tidak memerintahkan sesuatu hingga Allah memerintahkannya.
Inilah hakikat beradab di hadapan Allâh dan Rasul-Nya dan merupakan indikator kebahagiaan dan keselamatan seorang hamba”.
Jadi, umat Islam tidak boleh tergesa-gesa dalam segala urusan di hadapannya. Akan tetapi, mereka harus menjadi pengikut Beliau dalam semua urusan.
Komitmen dengan prinsip penting ini, akan menyelamatkan manusia dari kesesatan di dunia dan celaka di akhirat.
Allâh Azza wa Jalla berfirman.
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ ﴿١٢٣﴾ وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. [ Thâhâ/20:123-124]
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata, “Allâh Azza wa Jalla menjamin tidak sesat di dunia dan celaka di akhirat bagi siapa saja yang membaca Al-Qur`an dan mengamalkan kandungannya”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menegaskan:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِيْ كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ
Aku tinggalkan di tengah kalian, jika kalian berpegang-teguh dengannya, maka tidak akan sesat, ‘Kitabullah dan Sunnahku”.
Dan di antara perkara penting yang umat Islam harus berpegang-teguh dengan al-Qur`an dan Sunnah adalah perkara-perkara aqidah. Sebab, akal pikiran manusia tidak mampu mengetahuinya dengan terperinci kecuali melalui jalan wahyu. Maka, seorang Muslim yang memegangi petunjuk wahyu, sungguh ia telah berpegangan dengan tali Allâh Azza wa Jalla yang kuat dan memperoleh hidayah menuju jalan yang lurus.
Wallohu a'lam
‘Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) yang umum, ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
Jadi ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah swt. dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Hari Akhir, takdir yang baik dan buruk dan mengimani seluruh apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), Perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
Makna penjabaran aqidah yg lurus ..
Kewajiban seorang Muslim, tidaklah berbicara atau berpendapat hingga mengikuti apa yang difirmankan oleh Allâh Azza wa Jalla dan disabdakan oleh Rasul-Nya. Sikap ketundukan dan ketaatan tersebut sebagai pengamalan firman Allâh Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allâh dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-Hujurât/49:1].
Ayat ini memuat adab yang agung yang wajib dijadikan pedoman oleh setiap Muslim. Imam Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan, “Ini adalah adab-adab yang Allâh Azza wa Jalla hendak mendidik hamba-hambaNya kaum Mukminin dalam bermuamalah dengan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu dengan sikap menghargai, menghormati dan mengagungkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “.
“Syaikh as-Sadi rahimahullah berkata, “Ini memuat adab dengan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta mengagungkan, menghormati dan memuliakan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”.
Mengenai makna ayat di atas, kata Syaikh as-Sadi rahimahullah, “Allâh Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya yang beriman melalui konsekuensi keimanan mereka kepada Allâh dan Rasul-Nya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dan hendaknya mereka berjalan di belakan perintah-perintah Allâh dan mengikuti Sunnah Rasûlullâh dalam seluruh urusan mereka, dan agar mereka tidak berjalan di depan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu dengan tidak mengatakan sesuatu hingga Allâh Azza wa Jalla mengfirmankan sesuatu, dan tidak memerintahkan sesuatu hingga Allah memerintahkannya.
Inilah hakikat beradab di hadapan Allâh dan Rasul-Nya dan merupakan indikator kebahagiaan dan keselamatan seorang hamba”.
Jadi, umat Islam tidak boleh tergesa-gesa dalam segala urusan di hadapannya. Akan tetapi, mereka harus menjadi pengikut Beliau dalam semua urusan.
Komitmen dengan prinsip penting ini, akan menyelamatkan manusia dari kesesatan di dunia dan celaka di akhirat.
Allâh Azza wa Jalla berfirman.
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ ﴿١٢٣﴾ وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. [ Thâhâ/20:123-124]
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata, “Allâh Azza wa Jalla menjamin tidak sesat di dunia dan celaka di akhirat bagi siapa saja yang membaca Al-Qur`an dan mengamalkan kandungannya”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menegaskan:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِيْ كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ
Aku tinggalkan di tengah kalian, jika kalian berpegang-teguh dengannya, maka tidak akan sesat, ‘Kitabullah dan Sunnahku”.
Dan di antara perkara penting yang umat Islam harus berpegang-teguh dengan al-Qur`an dan Sunnah adalah perkara-perkara aqidah. Sebab, akal pikiran manusia tidak mampu mengetahuinya dengan terperinci kecuali melalui jalan wahyu. Maka, seorang Muslim yang memegangi petunjuk wahyu, sungguh ia telah berpegangan dengan tali Allâh Azza wa Jalla yang kuat dan memperoleh hidayah menuju jalan yang lurus.
Wallohu a'lam